Kamis, 29 Januari 2015

ILMU HASTA BRATA SAMPAI SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT


Karya: Wawan Susetya, Pengantar, Emha Ainun Nadjib
Ukuran Buku : 14,5 x 21 cm
Tebal: xvi + 192  Halaman


Isi Ilmu Hastha Brata adalah peneladanan terhadap 8 (delapan) anasir alam berikut gambaran “dewa’-nya. Jika ditelaah lebih jauh, Ilmu Hastha Brata mengandung dua makna penting. Pertama, keteladanan seorang pemimpin yang adil dan bijaksana sehingga namanya harum di mata rakyat. Kedua, dengan meneladani delapan perwatakan alam mengantarkan seorang pemimpin pada pendalaman wilayah spiritual-religius. Sebab, alam semesta itu sebenarnya merupakan ayat-ayat Tuhan yang tersirat, mengiringi kitab suci yang merupakan ayat Tuhan yang tersurat. Keduanya tidak bertabrakan, melainkan berjalan secara selaras dan harmonis.
Sedang Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat adalah ilmu atau pengetahuian ghaib tentang rahasia seluruh alam semesta beserta perkembangannya. Adapun gambaran orang yang telah mendapatkan Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat tersebut, yakni seperti peristiwa yang dialami Kanjeng Nabi Muhammad Saw ketika mendapatkan wahyu (Al Qur’an) pertama kali di Gua Hira melalui Malaikat Jibril. Wahyu yang diterima Nabi Muhammad tersebut merupakan wahyu samawi (agama langit), yakni wahyu dari Allah Swt sebagaimana yang diterima nabi atau rasul Allah lainnya seperti Nabi Daud (Kitab Zabur), Nabi Musa (Kitab Taurat) dan Nabi Isa (Kitab Injil).
Dalam khazah keilmuan Jawa, ada tujuh tahap latihan untuk sampai pada tercapainya tujuan sastra jendra tersebut. Yaitu : tapaning jasad, tapaning budi, tapaning hawa nafsu, tapaning cipta, tapaning sukma, tapaning cahya, dan tapaning gesang. Dan dalam tasawuf, tahapan-tahapan mencapai tujuan di atas dikenal dengan sebutan. “Maqam Tujuh”, yaitu : tobat, wara’, zuhud, faqir, sabar, tawakkal, dan ridho.
Penulis buku ini mengurai ilmu makrifat yang terkandung dalam berbagai khazanah dunia pewayangan. Melalui “pembongkaran” makna filosofis dan simbolisasi perwatakan dari khazanah pewayangan, penulis buku ini hendak mengantarkan pembaca pada tahap lanjut perjalanan spiritual. Itulah tugas yang selama ini diembannya sebagai dalang, ‘tukang’ ngudal pamulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar