Rabu, 06 Agustus 2014

Budaya Konsumen Terlahir Kembali


BUDAYA KONSUMEN TERLAHIR KEMBALI
Karya                  : Martin J. Lec
Ukuran Buku      : 14,5 x 21 cm
Tebal                   : xvi + 328 Halaman
Harga                  : Rp 35.000,-


TIDAK ada yang istimewa dengan konsumsi, sebab manusia memang punya kebutuhan dan untuk memenuhinyalah mereka mengonsumsi. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, manusia tidak akan mampu bertahan hidup.

Konsumsi akan menjadi sebuah bahasan istimewa tatkala dia tidak lagi hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup. Saat yang akan dipertahankan dengan cara mengonsumsi bukan lagi sekadar nyawa, akan tetapi gengsi. Jika sudah seperti ini, barang-barang yang dikonsumsi tidak lagi jadi “benda mati”. Barang-barang itu ebih dilihat karena kemasan serta tampangnya, dan lambat laun dia pun memiliki “ruh” sendiri yang memanggil-manggil orang untuk membeli dan mengonsumsinya.

Seandainya buku yang ada di tangan pembaca ini hanya berbicara sampai di situ, maka itu tidak aka nada istimewanya, sebab sudah sejak lama pembicaraan seperti itu diperdengarkan. Namun hal khusus yang dikemukakan buku ini adalah perihal taktik dan strategi kapitalisme dalam menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru di dalam diri manusia, bahkan menciptakan perasaan butuh itu sendiri. Buku ini berupaya mendalami mantra-mantra yang ditebarkan para Pedagang, mulai iklan perusahaan multi-nasional sampai rayuan pedagang asongan, agar nafsu mengonsumsi bergelora sedahsyat-dahyatnya di dalam diri seseorang.

Di lain pihak, buku ini pun ingin menunjukkan bahwa teknik-teknik pengendalian hawa nafsu, baik yang berasal dari Marx maupun lainnya, ternyata kurang manjur. Kapitalisme mutakhir ternyata lebih lihai menyenangkan hati konsumen, Negara kesejaheraan berhasil menjinakkan pertentangan kelas dan kelas proletariat pun diberi kesempatan makan enak tanpa harus mengadakan revolusi.

Singkat kata, buku ini mengisahkan kelahiran kembali budaya konsumen, dan setelah ditelusuri, ternyata yang melahirkannya masih saja seorang ibu yang bernama modernitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar