Kamis, 01 November 2018

POSMODERNISME DAN BUDAYA POP (Cetak Ulang)

POSMODERNISME DAN BUDAYA POP
Penulis .            : Angela Mc Robbie
Penerjemah.     : Nurhadi
Ukuran buku. : 14.5 x 21
Tebal buku      :  X + 402
Harga.              : 75.000





Ada banyak kajian tentang budaya pop dan posmodernisme yang termuat dalam buku ini. Kajian tersebut mengungkap berbagai ragam isu menarik bagi para akademis dan orang-orang yang tertarik pada segala wacana posmodernisme dan budaya pop. Buku yang banyak membahas posmodernisme feminis ini secara lengkap terdiri dari tiga bagian.

Pada Bagian Pertama berbicara tentang Posmodernitas dan Cultural Studies (Posmodernitas dan Budaya Populer; Masa-Masa Baru dalam Cultural Studies; dan Feminisme, Posmodernisme dan "Aku yang Sejati"). Pada bagian kedua berbicara tentang Tokoh-tokoh Utama dalamTeori Budaya (Gaya Modernitas Susan Sontag; Passagenswerk dan Kedudukan Walter Benjamin dalam Cultural Studies; Strategi Waspada: Wawancara dengan Gayatri Cakravorty-Spivak). Sedang pada bagian Ketiga berbicara tentang pemuda, media, postmodernitas (Pakaian Bekas dan Peran Pasar Loak; Tutup Mulutmu dan Menarilah: Pemuda dan Perubahan Moda Feminitas; Subjektivitas Muda yang Lain: Menuju ke Sosiologi Budaya Pemuda; dan Kepanikan Moral di Era Media Massa Postmodern)

Rabu, 19 September 2018

Claude Lévy-Strauss Masa Strukturalisme dan Untuk Antropologi Umum (Buku Baru)


Claude Lévy-Strauss 
Masa Strukturalisme dan untuk Antropologi Umum
Penulis: BERNADETTE BUCHER DKK
Penerjemah:  NINIK ROCHANI MOEBIN
Tebal:  XVIII + 370
Ukuran:  14.5 x 21
Harga: 85.000



Buku ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama terdiri dari enam bab, yaitu: “Totemisme: Istilah dan Benda-bendanya” ditulis oleh Alfred Adler;  “Struktur, Transformasi Dan Morfogenesis Atau Strukturalisme Yang Diilustrasikan Oleh Pascal dan Poussin” ditulis oleh Lucien Scubla; Claude lévi-Strauss Dan Si Kelinci Kanada” ditulis oleh Ėric Schwimmer; “Tao-nya Antropologi: Analisa Struktural Dan Sana-sininya ‘Strukturalisme’” ditulis oleh Bernadette Bucher; “Disolusi Sugjek Dalam ‘Final’nya ‘Manusia Telanjang ‘ ditulis oleh Frederic Keck; dan “Dari Mitos Ke Cerita Dari Sisi Kisah Tentang Lynx” ditulis oleh 
Nicole Belmont.

Bagian kedua, Untuk Antropologi Umum, terdiri dari tujuh bab: “Pestanya Orang Lain” ditulis oleh Michel Cartry; “Dua Sifat Dasar Lévi-Strauss” ditulis oleh Philippe Descola; “Identitas Atau Sarang Virtual” ditulis oleh Gérard Lenclud; “Pandangan Dari Jauh: Lévi-Strauss Dan Sejarah” ditulis oleh François Hartog; “Pengaruh Kuat Refleksi Lévi-Strauss Dan Masalah Relativisme” ditulis oleh Denis Kambouchner; “Jalan Ketidaksadaran” ditulis oleh Boris Weisman; dan “Pemikiran Yang Diobjektifkan” yang ditulis oleh 
Klaus Hamberger.  





Selasa, 18 September 2018

MITOLOGI (Cetak Ulang)

Penulis: Roland Barthes
Penerjemah: Inyak Ridwan M
Tebal: XVI + 244
Ukuran: 14.5 x 21
Harga: 65.000



DI DALAM sinetron-sinetron, tokoh berkacamata diasosiasikan dengan orang yang jenius tapi lugu, lebih banyak hidup dengan buku tapi sering kerepotan menjalani pergaulan di dunia nyata sehari-hari, mampu menjawab soal ujian dengan baik tapi gugup setengah mati ketika dibawa ke tempat hiburan malam. Di sini kacamata menandakan kelebihan.
     Namun jika dipikir-pikir benar arti dasar dari kacamata, sebetulnya benda ini lebih berkaitan dengan cacat indera penglihatan yang tidak cuma disebabkan keseringan membaca buku. Di sini kacamata adalah tanda dari kekurangan.
     Sebagai sebuah tanda (sign)  di semesta bahasa, pengertian kacamata adalah alat bantu bagi orang yang penglihatannya sudah cacat. Sebagai sebuah penandaan (signification) di semesta mitos, pengertian itu dibelokkan dan dinaturalkan menjadi lambang kecerdasan. Mitos memaksa orang untuk menerima makna kacamata yang sudah dibelokkan ini sebagai sesuatu yang memang seharusnya begitu. Manakala kacamata diterima sebagai sesuatu yang hanya menandakan kejeniusan, saat itulah kacamata telah dimitoskan.
     Di atas adalah salah satu ilustrasi dari tiga cara membaca mitos yang dikemukakan Roland Barthes di buku ini. Lebih sekadar memaparkan cara-cara membaca mitos secara semiologis, dia juga mendedahkan contoh-contoh mitos yang bertebaran di tengah kehidupan modern abad 20. Bertolak dari kasus-kasus faktual dan diakhiridengan penjelasan teoritis dalam melihat mitos, Roland Barthes secara padat dan singkat menyatakan mitos sebagai sebuah tipe wicara, dan oleh karena itu mitos sebenarnya adalah salah satu dari sekian banyak cara menyampaikan pesan.
     Karya ini terjadi buku standar studi semiologi karena dia tidak berpretensi menentukan mana mitos yang "baik dan benar" dan mana yang tidak, akan tetapi menjelaskan bagaimana cara kerja mitos itu sendiri sebagai sesuatu yang netral. Dan yang lebih penting lagi, dia menjelaskan apa saja yang dapat jadi mitos dan kenapa.



Sabtu, 21 Juli 2018

TEORI KRITIS JÜRGEN HABERMAS (Cetak Ulang)


TEORI KRITIS JÜRGEN HABERMAS Penulis : Thomas McCarthy
Tebal : xiv + 554
Ukuran Buku : 15.5 x 24 cm
Harga : Rp 120.000,-


 Jurgen Habermas ingin agar suatu teori tidak hanya sekadar menjelaskan hal-ikhwal sedemikian rupa. Juga, menurut Habermas, seorang teoritis seharusnya tidak sekadar merenung di perpustakaan lalu memberi saran penyelesaian masalah lewat publikasi tulisan. Hal terpenting yang luput dari cara seperti itu, menurut dia, adalah sisi praxis kehidupan.
      Sayangnya, bagi Habermas, ilmu pengetahuan beserta teori-teorinya sudah terlanjur berada di menara gading dan ketika dilibatkan dalam praktik kehidupan sehari-hari, manusia malah terkurung oleh belitan rasionalitas yang menjadi landasan teori-teori tersebut. Mereka dibius oleh sebuah daya yang menempatkan tujuan di atas segala-galanya dan dibikin percaya bahwa yang mesti diusahakan adalah sarana dan cara mencapai yang seampuh-ampuhnya. Dan itu bernama rasionalitas bertujuan, ibu kandung dari teknologi yang sifatnya ideologis.          Memprihatinkan memang, dan itulah sebabnya Habermas mengidealkan suatu kondisi di mana manusia tak saling sikut dan gencet demi kepentingan dan tujuan instrumental masing-masing. Dia membayangkan masyarakat komunikatif  tempat perbedaan kepentingan dibicarakan lewat cara-cara yang elegan dan tak menutup ruang gerak masing-masing pihak. Itu semua bisa berlangsung di ruang publik yang terbuka dan steril dari tekanan ideologi yang hanya meniupkan angin surga.
        Agar kondisi itu terwujud, Habermas memeriksa syarat kemungkinan bagi sebuah teori yang merangkul sisi praxis, dia tidak mau teori tersebut mengandung ideologi yang memukau manusia, dan yang paling penting, teori tersebut mesti mengkritisi dirinya terlebih dahulu sebelum mengarahkan pisau analisanya kepada objek.                    Tidakkah pendapat ini dilandaskan Habermas pada suatu sikap kritis, dan Teori Kritis yang diajukannya adalah teori yang selalu ingin mawasdiri?
       Buku ini ingin menunjukkan secara detail bahwa memang demikianlah Habermas dengan teori kritisnya.

MASYARAKAT KONSUMSI (Cetak Ulang)


Masyarakat Konsumsi

  Penulis: Jean Baudrillard

 Pengantar: George Ritzer

Tebal buku: Lii + 284

Ukuran buku: 15,5 x 24 cm

 Harga : Rp 70.000,-



SEKARANG ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya namun karena gaya (hidup), demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan mode lewat televisi, tayangan sinetron, acara infotainment, ajeng kompetisi para calon bintang, gaya hidup selebriti, dsb. Yang ditawarkan iklan bukanlah nilai guna suatu barang, tapi citra dan gaya bagi pemakainya Tidak penting apakah barang itu berguna atau tidak, diperlukan atau tidak oleh konsumen. Karena itu yang kita konsumsi adalah makna yang dilekatkan pada barang itu, sehigga kita tidak pernah mampu memenuhi kebutuhan kita. Kita menjadi tak pernah terpuaskan. Kita lalu menjadi pemboros agung, mengonsumsi tanpa henti, rakus dan serakah. Konsumsi yang kita lakukan justru menghasilkan ketidakpuasan Kita menjadi teralienasi karena perilaku konsumsi kita. Pada gilirannya ini menghasilkan kesadaran palsu. Seakan-akan terpuaskan padahal kekurangan, seakan-akan makmur padahal miskin.    
Kita tidak sedang hidup dalam masyarakat yang berkecukupan tapi Dalam masyarakat pertumbuhan. Yang namanya ideology pertumbuhan selalu Menghasilkan dua hal, kemakmuran dan kemiskinan Makmur bagi yang diuntungkan dan miskin bagi yang terpinggirkan. Kenyataannya, pertumbuhan adalah alat untuk membatasi ruang gerak orang-orang miskin. Karena itulah ideologi ini sengaja dilanggarkan untuk menjaga sistem. Pertumbuhan adalah fungsi kemiskinan, kata Baudrillard. Pertentangan yang ada di dalamnya mengarah kepada kemiskinan psikologis dan kefakiran sistematis karena “kebutuhan” akan selalu melampaui produksi barang.
Karena permasalahannya terletak pada hubungan sosial atau dalam logika sosial (ingat, kita bukan hanya mengonsumsi barang, namun juga jasa manusia dan hubungan antar manusia), ini tidak akan dapat dipecahkan oleh peningkatan produksi, dengan inovasi kekuatan produksi, atau dengan apa yang biasanya kita pandang sebagai peningkatan daya beli Satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah ini terletak pada perubahan dalam hubungan sosial dan dalam logika sosial. Kita memerlukan suatu logika sosial yang membawa bersamanya banyak pertukaran simbolik, bukan nilai tukar.



Selasa, 10 Juli 2018

KONSTELASI PASKA-BANGSA Esai-Esai Politik (BUKU BARU)

Penulis             : Jurgen Habermas
Tebal                 : xxx + 290 halaman
Ukuran Buku.  : 14,5 x 21 cm
Harga                : Rp. 60.000,-




Untuk bisa mengikuti argumen-argumen yang disajikan di buku Konstelasi Paska-Bangsa ini tidak mensyaratkan kita punya keahlian khusus di dalam teori-teori Habermas. Fakta dalam buku ini tentunya dapat menjelaskan fokus utama Habermas selama ini terhadap 'basis-basis legitimasi' proses-proses demokrasi. Ini juga melandasi perhatiannya yang tak tergoyahkan terhadap hubungan yang tidak stabil antara proses demokrasi dan 'bangsa', yang dipahaminya sebagai bentuk pra-politik kerja sama kolektif didasarkan pada kategori-kategori organik bahasa, sejarah bersama, dan budaya masyarakat.

Esai pertama di buku ini menganalisa aspek-aspek intelektual dari Vormärz (yaitu periode di sejarah bangsa Jerman dari tahun 1815 hingga gagalnya revolusi kaum republik di bulan Maret 1848). Esai kedua, 'Tentang Penggunaan Sejarah oleh Publik' berisi pembelaan kontroversial Habermas terhadap karya Daniel Goldagen, Hitler's Willing Executioners. Tiga esai berikutnya mengaplikasikan pemikiran Habermas tentang Konstelasi Paska-Bangsa bagi situasi dunia konteporer. Esai ketiga, 'Belajar dari Bencana?'. Esai keempat, 'Konstelasi Paska-Bangsa dan Masa Depan Demokrasi ', yang merupakan esai inti dari buku ini, Esai kelima, 'Catatan-catatan tentang Legitimasi melalui HAM', menyediakan penyuaraan terbaik tentang argumen-argumen dasar di buku ini. Esai keenam, 'Konsep-konsep tentang Modernitas', menyediakan kajian ringkas dan menyeluruh Habermas tentang konsep rasionalitas dan rasio di dalam filsafat dan sosiologi modern. Esai ketujuh tentang Marcuse menegaskan posisi Habermas bahwa proyek rasionalitas yang melahirkan modernitas masih belum berakhir. Di esai terakhir Habermas mengangkat salah satu isu besar di masa depan yang akan menerpa kosmopolitanisme universal ini, yaitu etika dari pengkloningan manusia, memperlihatkan pandangan Habermas bahwa pada akhirnya, intuisi-intuisi moral kita tetap harus bisa terus bekerja sama dengan perubahan-perubahan teknologi.




Jumat, 16 Maret 2018

Modal Sosial (Cetak Ulang)

modal sos jpg.jpg

Penulis            : John Field
Tebal               viii + 272 halaman
Ukuran Buku   : 14,5  21 cm
Harga              : Rp 60.000,-


Buku ini menawarkan pengantar bagi perdebatan tentang modal sosial dan mengusulkan cara bagaimana melanjutkan diskusi ini di masa depan. Perdebatan ini dalam beberapa hal sulit diringkas, karena ia melintasi berbagai disiplin keilmuan. Kendati berkembang di bidang sosiologi, konsep ini banyak didiskusikan oleh ekonom dan ilmuwan politik, dan menarik perhatian di kalangan sejarawan, pendidik dan feminis maupun spesialis dalam kebijakan sosial dan kebijakan kota. Para pembuat kebijakan pun menunjukkan minat pada modal sosial, karena dipandang mampu memberikan pertimbangan seputar kebijakan-kebijakan yang akan diambil dalam pembangunan ekonomi, perbaikan kesehatan, perkembangan teknologi dan inovasi bisnis, pengurangan kemiskinan, inklusi sosial dan pengurangan kejahatan.
Secara khusus di sini diulas gagasan Pierre Bourdieu, James Coleman dan Robert Putnam menyangkut kuasa jaringan. Tidak ketinggalan pula tinjauan-tinjauan atas studi empiris tentang dampak modal sosial pada bidang-bidang pendidikan, kesehatan dan kejahatan. Karena sebagian besar tinjauan ini memperlihatkan pengaruh positif modal sosial, maka sebagai pengimbang, buku ini juga akan memaparkan sisi gelap modal sosial, dan membahas bukti-bukti penelitian terkait dengan dampak negatif ini. Sumbangan terpenting buku ini terletak pada paparannya tentang kecenderungan mutakhir untuk membangun kembali modal sosial sebagai salah satu aset terpenting dalam kehidupan bermasyarakat.

Selasa, 23 Januari 2018

Cultural Studies (Cetak Ulang)


Penulis: Chris Barker
Tebal: xxvi + 470
Ukuran Buku: 155 240 cm
Harga : 125.000



Meskipun studi tentang kebudayaan telah berlangsung di berbagai disiplin akademis sosiologi, antropologi, sastra, dll dan meliputi konteks ruang geografis maupun institusional, namun ia bukanlah cultural stu­dies. Cultural studies adalah suatu arena interdisipliner di mana perspektif dari di­siplin yang berlainan secara selektif dapat diambil dalam rangka menguji hubungan antara kebudayaan dan kekuasaan, kebutuhan akan perubahan dan representasi atas kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan, khu­susnya kelas, gender dan ras (namun juga termasuk umur, kecacatan, nasionalitas, dll). Dengan demikian, cultural studies adalah satu teori yang dibangun oleh pa­­ra pemikir yang memandang produksi pengetahuan teoretis sebagai praktik politik. Di sini, pengetahuan tidak pernah menjadi fenomena netral atau objektif, melainkan soal posisionalitas, soal dari mana orang berbicara, kepada siapa dan untuk tujuan apa.
Cultural studies tidak bisa membicarakan satu mazhab teori saja, dan ia tidak cukup dibicarakan hanya oleh satu mazhab. Terlebih lagi subjek kajiannya melintasi benua, negara, suku bangsa, golongan, kelas, kelompok, umur, jenis kelamin, ideologi, kekuasaan dll., melintasi ruang-waktu dan fenomena-fenomena budaya lainnya yang mungkin sangat spesifik di suatu wilayah dan atau berlaku pada kurun waktu tertentu saja. Subjek-subjek ini sudah sejak lama menjadi wilayah disiplin ilmu-ilmu lain. Oleh karena itu cultural studies selalu merupakan bidang penelitian yang multi- dan post-disipliner.
Arena institusional utama bagi cultural studies adalah perguruan tinggi, dan de­ngan demikian cultural studies menjadi seperti disiplin akademis lain. Na­mun, dia mencoba membangun hubungan di luar institusi akademis, seperti dengan gerakan so­sial dan gerakan politik, para pekerja dalam institusi-institusi budaya, dan ma­najemen budaya. Dalam buku ini dibahas berbagai fenomena budaya kontemporer seperti budaya televisi, sinetron, politisasi atas berita dunia, gaya rock, gaya punk, musik rap, musik pop, kerusuhan di kota-kota besar, budaya dan perilaku para imigran, pemusatan kepemilikan media, isu gender, globalisasi, multikulturalisme, dsb.

Buku ini banyak mengetengahkan karya cultural studies yang tengah berkembang di Inggris, Amerika Serikat, Eropa Kontinental dan Australia, serta sedikit cultural studies yang berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dengan eksplorasi teori dan referensi yang sangat kaya.