Kamis, 15 Desember 2016
Jumat, 21 Oktober 2016
Membaca Pikiran Pierre Bourdieu (Edisi Revisi)
Tebal : vi
+ 298 halaman.
Ukuran Buku
14,5 x 21 cm
Harga : Rp 60.000,-
Biasa jadi terdapat sedikit keragaman
akan arti penting kontribusi Bourdieu dalam sosiologi dan antropologi sosial.
Dengan meninggalkan Althuser. Barthes dan Foucoult, melebihi figure lain
semisal Boudon Touraine, dia tampil untuk menunjukkan nilai dan vitalitas yang
terus berlanjut dalam tradisi intelektual ilmu sosial Prancis. Dengan membangun
ruang politis dan teoritis di luar Marx, Weber san Durkheim, strukturalisme dan
interaksionisme, determinisme pesimistis dan keyakinan selebratoris dalam
meningkatkan potensi kreasi praktik kehidupan manusia, dia muncul sebagai
sumber heterodoks dan menarik bagi inspirasi teori sosial pada era 1990-an.
Terdapat sejumlah alasan yang lebih
spesifik mengapa pengkajian karaya Bourdieu begitu penting. Pertama, dia
memberikan kontribusi utama dalam debat tentang hubungan antara struktur dan
tindakansebagai satu pertanyaan kunci bagi teori sosial yang muncul lagi pada
akhir era 1970-an dan awal 1980-an. Kedua, dibandingkan dengan Anthony Giddens,
misalnya, kontribusi tersebut secara konsisten telah dikerangkakan oleh
kombinasi kerja empiris sistemati apakah mendasarkan lagi pada emografi atau
pendekatan survai sosial dengan teorisasi reflektif. Tarik menarik: ‘teori
tanpa penelitian empiris adalah hampa, penelitian empiris tanpa teori buta’
Adapun alasan ketiga, mungkin
sebagai konsekuensinya dari fakta bahwa Bourdieu telah menjadi seseorang
peneliti masalah sosial yang begitu aktif. Pertanyaan epistemologinya tentang
inti kelayakan ilmu pengetahuan sosial dan syarat memungkinkan hal ini menjadi
isu sentral dalam proyeknya. Hal-hal tersebut merupakan pertanyaan telah
membuat banyak sisiolog dan antropolog apakah mereka menyebut dirinya sebagai
‘teoritikus’ atau ‘peneliti’ kehabisan akal.
Sabtu, 24 September 2016
Cultural Studies (Cetak Ulang)
Penulis: Chris
Barker
Tebal: xxvi +
470
Ukuran Buku:
155 240 cm
Harga : 90.000
Meski
studi tentang kebudayaan telah berlangsung di berbagai disiplin akademis
–sosiologi, antropologi, sastra, dll– dan meliputi konteks ruang geografis
maupun institusional, namun ia bukanlah cultural studies. Cultural studies adalah suatu
arena interdisipliner di mana perspektif dari disiplin yang berlainan secara
selektif dapat diambil dalam rangka menguji hubungan antara kebudayaan dan
kekuasaan, kebutuhan akan perubahan dan representasi atas
kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan, khususnya kelas, gender dan ras
(namun juga termasuk umur, kecacatan, nasionalitas, dll). Dengan demikian,
cultural studies adalah satu teori yang dibangun oleh para pemikir yang
memandang produksi pengetahuan teoretis sebagai praktik politik. Di sini,
pengetahuan tidak pernah menjadi fenomena netral atau objektif, melainkan soal
posisionalitas, soal dari mana orang berbicara, kepada siapa dan untuk tujuan
apa.
Cultural
studies tidak bisa membicarakan satu mazhab teori saja, dan ia tidak cukup
dibicarakan hanya oleh satu mazhab. Terlebih lagi subjek kajiannya melintasi
benua, negara, suku bangsa, golongan, kelas, kelompok, umur, jenis kelamin,
ideologi, kekuasaan dll., melintasi ruang-waktu dan fenomena-fenomena budaya
lainnya yang mungkin sangat spesifik di suatu wilayah dan atau berlaku pada
kurun waktu tertentu saja. Subjek-subjek ini sudah sejak lama menjadi wilayah
disiplin ilmu-ilmu lain. Oleh karena itu cultural studies selalu merupakan
bidang penelitian yang multi- dan post-disipliner.
Arena
institusional utama bagi cultural studies adalah perguruan tinggi, dan dengan
demikian cultural studies menjadi seperti disiplin akademis lain. Namun, dia
mencoba membangun hubungan di luar institusi akademis, seperti dengan gerakan sosial
dan gerakan politik, para pekerja dalam institusi-institusi budaya, dan manajemen
budaya. Dalam buku ini dibahas berbagai fenomena budaya kontemporer seperti
budaya televisi, sinetron, politisasi atas berita dunia, gaya rock, gaya punk,
musik rap, musik pop, kerusuhan di kota-kota besar, budaya dan perilaku para
imigran, pemusatan kepemilikan media, isu gender, globalisasi,
multikulturalisme, dsb.
Ide yang
paling berpengaruh dalam cultural studies, antara lain Marxisme, kulturalisme, strukturalisme, pascastrukturalisme, psikoanalisis dan politik perbedaan (termasuk feminisme, teori ras, etnisitas dan teori
pascakolonialisme).
Buku
ini banyak mengetengahkan karya cultural studies yang tengah berkembang di
Inggris, Amerika Serikat, Eropa Kontinental dan Australia, serta sedikit
cultural studies yang berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dengan
eksplorasi teori dan referensi yang sangat kaya.
Rabu, 21 September 2016
Kesatuan Teologi dan Ilmu Pengetahuan
Penulis :John Polkinghorne
Tebal : xvi + 164 halaman.
Tebal : xvi + 164 halaman.
Ukuran Buku : 14,5 21 cm
Harga : Rp 40.000,-
Sebagai sosok seorang pendeta yang kepiawaiannya di bidang fisika dikagumi orang, Polkinghorne, tentunya mempunyai hipotesis bahwa postenlightment akan terjadi melalui bersatunya IPTEK dengan agama. Sebelum IPTEK muncul agama itulah yang dikenal oleh kaum pendeta dan kyai, meskipun mereka gagal memperlihatkan dalam hal apa agama bisa dipandang sebagai enlightment pada waktu ini. Karena itu dia berusaha memperlihatkan keniscayaan bagaimana mu’jizat
itu bisa terjadi.
Selanjutnya pada Bab II dan III Polkinghorne
berbicara mengenal the nature of science dan the nature of theology. Di Bab III dia
tidak langsung membahas hubungan atau interaksi itu, melainkan berbicara
mengenai the nature of the physical world. Pada Bab IV baru dia membahas
mengenai points of interaction. Pada Bab V dia mencoba mendemonstrasikan bahwa
kontradiksi itu akan lenyap atau melunak, kalau kita berhasil meningkatkan the
level of description, the higher meaning, atau dalam bahasa kaum sufi
meningkatkan maqam kesadaran.
Langganan:
Postingan (Atom)